Lokomotif B52
(Foto oleh Bagazi) |
B52 diklaim sebagai lokomotif paling canggih pada saat itu karena sistem pembakaran lokomotif ini menggunakan teknologi superheated. Superheated adalah teknologi yang mengalirkan uap tidak langsung ke piston, namun dikirim ke kubah uap terlebih dahulu, sehingga uap yang dihasilkan adalah uap kering. Karena itulah, lokomotif ini tidak memiliki cylinder cocks untuk membuang uap air berlebih. Dengan teknologi superheated, lokomotif ini lebih efisien.
Awalnya lokomotif ini akan dibuat dengan lebar sepur 914 mm. Namun, karena lokomotif ini tidak laku di pasaran, akhirnya lokomotif ini diubah dengan lebar sepur 1067 mm. SCS (Semarang Cheribon Stoomtram Maatshappij) memesan lokomotif ini sebanyak 27 buah dan dioperasikan di jalur Tegal-Purwokerto untuk mengangkut hasil bumi di sekitar Gunung Slamet.
Kadangkala lokomotif ini juga dioperasikan sebagai trem dan kereta api di jalur Tegal-Kudus. Namun karena usianya yang sidah tua, maka lokomotif ini hanya bisa melaju sampai Semarang dengan kecepatan tak lebih dari 45 km/jam. Di Tegal pun, sudah sedikit sekali lokomotif B52 yang kuat melaju hingga Purwokerto karena tanjakan antara Prupuk-Linggapura yang begitu curam.
Di tahun 1970, lokomotif B52 tersisa tinggal 15 buah. Lokomotif ini tersebar di Dipo Induk Purwokwerto (1 lokomotif), Dipo Tegal (5 lokomotif), dan Dipo Kudus (9 lokomotif). Namun saat ini lokomotif B52 tersisa 2 buah di Indonesia bahkan di dunia, yaitu di Museum Transportasi TMII dan di Museum Kereta Api Ambarawa.
Sumber : Album Lokomotif dan KRD (Seri 2)
0 komentar:
Posting Komentar